Pagi ini aku dan ibuku sarapan bersama di meja makan. Seperti biasa, selalu ada bahan diskusi menarik ketika kami makan bersama. Biasanya kami berdiskusi mengenai kehidupan, agama, gossip, bahkan keluarga. Setiap hari kami, dimulai dengan minum teh hangat kemudian lanjut dengan sarapan pagi.
Ibuku bercerita mengenai almarhum eyang putri/nenek ku, ibunya ibuku. Pada awalnya kami membicarakan mengenai penyakit yang diderita almarhum ayah, yaitu kanker hati yang juga di derita oleh almarhum eyang putri (kami memanggilnya dengan eyang uti). Kami berdua berusaha mencari jawaban apa yang menjadi penyebab sesungguhnya dari kanker hati itu? Disamping dari sebab-sebab ilmu kedokteran yang mengatakan penyebabnya adalah virus, kami berusaha melihat dari segi jiwa seseorang yang bisa menimbulkan penyakit di dalam tubuhnya.
Kemungkinan kanker itu bisa disebabkan karena karakter seseorang, sebuah contoh sifat ayahku yang pendiam, yang tidak mampu mengungkapkan kemarahan, kekecewaan atau perasaan-perasaannya. Semua kesedihan itu dia tahan sendirian. Sementara sifat nenekku yang pekerja keras, dan bagaimana problema hidup yang dia lalui selama hidupnya menjadikan beliau seorang wanita tangguh yang tidak cengeng. Lagi-lagi sifatnya yang seperti ini yang memicu timbulnya kanker.
Dari hasil diskusi kami ini, aku bisa mengambil dua pelajaran penting.
1. Bahwa seseorang harus punya rasa sensitifitas terhadap orang lain. Sensitifitas itu adalah bentuk suatu kepedulian kita pada orang lain. Cara kita berbicara dengan orang, dan cara kita bersosialisasi dengan mereka. Meskipun kita berniat baik dengan orang lain, tapi pertimbangkan perasaan orang yang sedang kita ajak bicara. Sebelum kita mengungkapkan ide-ide, pendapat, atau dukungan kita terhadap seseorang, yang harus kita ingat dan perhatikan adalah perasaan dan mood orang yang sedang berbicara dengan kita.
Meskipun mempunyai niat baik terhadap orang tersebut, tapi jika cara penyampaian serta maksud yang kita ungkapan tidak memperhatikan bagaimana situasi dan kondisi perasaannya saat itu, maka akan diartikan salah oleh orang lain. Bukannya mendapatkan simpati orang tersebut, justru malah menimbulkan rasa benci dan permusuhan dari orang lain. Dan, ini seperti sebuah peringatan yang telak untukku, karena sepertinya sifatku pun memiliki kecenderungan seperti itu. Makanya tak banyak teman yang simpatik padaku. Aku merasa bahwa setiap pendapatku mengenai sesuatu hal, kemungkinan banyak menyakiti hati teman2ku. Padahal yang sesungguhnya terjadi adalah niat baikku disalah artikan oleh orang lain. Mereka tidak bisa menerima pendapatku yang pengungkapannya mungkin membuat mereka tersinggung. Kini aku paham sekarang.
Meskipun mempunyai niat baik terhadap orang tersebut, tapi jika cara penyampaian serta maksud yang kita ungkapan tidak memperhatikan bagaimana situasi dan kondisi perasaannya saat itu, maka akan diartikan salah oleh orang lain. Bukannya mendapatkan simpati orang tersebut, justru malah menimbulkan rasa benci dan permusuhan dari orang lain. Dan, ini seperti sebuah peringatan yang telak untukku, karena sepertinya sifatku pun memiliki kecenderungan seperti itu. Makanya tak banyak teman yang simpatik padaku. Aku merasa bahwa setiap pendapatku mengenai sesuatu hal, kemungkinan banyak menyakiti hati teman2ku. Padahal yang sesungguhnya terjadi adalah niat baikku disalah artikan oleh orang lain. Mereka tidak bisa menerima pendapatku yang pengungkapannya mungkin membuat mereka tersinggung. Kini aku paham sekarang.
2. Jangan pernah menyimpan rasa dendam. Dendam adalah sebuah kemarahan terpendam, sebuah kemarahan yang tidak terungkap. Dendam ini adalah sumber penyakit, makanya belajar untuk memaafkan dan mengungkapkan kemarahan tersebut secara bijak. Belajar MENGUNGKAPKAN PERASAAN. Sifat diam ini sepertinya merupakan warisan dari keluargaku, makanya ini tidak baik dan harus dihilangkan dari diriku sendiri. Aku juga akan membolehkan anakku untuk mengungkapkan perasaannya dengan cara yang positif.
Ingat ya..BE SENSITIVE..
No comments:
Post a Comment