Entah mengapa malam ini, aku teringat kembali memori lamaku mengenai seseorang yang pernah kucintai. Cinta pertamaku.
Namanya Riza I. Peranakan asli Aceh dan Palembang. Sosok tinggi 180 cm dgn berat 80 kg, masih masuk kategori proporsional menurutku. Berkulit putih, dengan potongan rambut cepak seperti TNI. Ya maklum, ayahnya adalah seorang petinggi kepolisian Nangroe Aceh Darrusalam. Teman-teman menyebutku beruntung memiliki pacar seganteng dia, adeeuuh..:) Suatu ketika, salah seorang teman wanitaku mengomentari pacar baruku ketika aku mengenalkannya pada teman-teman, "itu cowoklu gi? Hmm..boleh juga, pintar juga bisa dapet cowok ganteng!" Heuuh..dasar teman-teman, yang dinilai pasti fisiknya duluan.
Kami berkenalan di kampus kami STIE Perbanas Jakarta. Rupanya, kami sering mengambil kelas yang sama dan sering bertemu dikelas-kelas yang lain. Awal perkenalan kami adalah ketika dia terpilih sebagai ketua kelas di kelasku. Saat deadline pengumpulan tugas yang akan diserahkan kepada dosen, aku memintanya untuk menyertakan tugasku yang akan dibawanya ke kantor dosen kami yang tidak aku ketahui alamatnya. Untung Riza adalah cowok yang baik, dia tidak keberatan sama sekali membawakan tugasku ke kantor dosen kami. Dari situlah awalnya kami bertukar nomor telepon. Kami sering bertemu dan saling sapa dikelas. Terkadang kami juga belajar bersama diperpustakaan dengan seorang teman kami yang bernama Agung (mak comblang kami).
Suatu hari Agung melemparkan ide untuk menonton bioskop bertiga dicikini, kami pun sepakat akan pergi dan bertemu disana pada hari sabtu. Akan tetapi pada hari H-nya tiba, Riza menelponku dan memberi kabar bahwa Agung tidak jadi nonton bareng dengan kami. Karena suara ku terdengar kecewa, Riza tetap mengajakku untuk pergi nonton berdua saja. Dengan nada menantang, "Berani tidak nonton berduaan sama aku saja?" Begitulah ajakannya. Merasa tertantang, aku pun menerima tawarannya dan pergi nonton dengannya. Saat itulah awal kencan kami, aku ingat menjelang kencan, aku harus bolak-balik di depan kaca gonta-ganti baju berusaha untuk tampil sweet di kencan pertama kami:). Ketika dia datang menjemput, dia juga berpenampilan keren hari itu. Kemeja kotak2putih abu-abu plus celana jeans biru belel dan jaket motornya warna putih, waah.. Pulang dari kencan itulah dia menyatakan keinginannya untuk menjadikan aku kekasihnya. Dan akhirnya jadilah kita berpacaran.
Saat-saat yang kami lewati selama pacaran terasa manis. Kami selalu mengambil kelas yang sama, yaa meskipun tidak 100persen kelas kami sama, tapi kemana-mana kami selalu berdua. Tiap hari dia menjemputku dengan sepeda motor merah kebanggaannya yang diberi nama menor oleh pemiliknya itu. Dia juga senang mengantarku pulang kerumahku yang di Bintaro setiap hari sabtu dan menghabiskan waktunya dirumahku hingga minggu sore untuk kembali ke Tebet. Teman-temanku dan teman-temannya semua mendukung kami. Yang lucu, kalau aku sedang menunggunya atau lewat di depan kelasnya, teman-teman prianya selalu meledekku, "Gi nih ongol-ongol" hahaha..dia dipanggil ongol-ongol oleh teman-temannya karena dia begitu kenyul-kenyul seperti kue ongol-ongol. Aku ingat saat pertama kali jadian, dia dengan bangganya mengenalkan aku pada teman-teman perempuannya dikampus. "Riza! mana Ginggi?" kemudian dia menggandeng tanganku dan memperkenalkanku kepada mereka, "nih Ginggi", ouh..betapa malunya aku, tapi senang juga.
Orang tuaku sayang sekali padanya karena dia memperlakukan aku dengan baik, dan penuh kasih sayang. Bagiku dia seperti seorang kakak yang penuh perlindungan, humoris, tanggung jawab, baik hati, dan penuh perhatian. Sikapnya yang care dan dewasa membuatku respek padanya. Pernah suatu ketika, ia membuka dompetku yang hanya berisi uang rp.5000 saja. Dia terkejut dan mengatakan padaku, "ya ampun gi! Kamu cuma pegang 5000?!". Aku hanya diam sambil tersenyum malu dan mengangkat bahu. Tiba-tiba dia mengeluarkan uang rp 10000 dari dalam dompetnya dan memasukkannya ke dalam dompetku sambil berkata, "bagaimana jika ada apa-apa dijalan dan kamu tidak bawa uang?" Disitulah momen dia mendapatkan respek dariku. Dia jugalah seorang yang mengajari aku untuk berani mengungkapkan amarahku padanya.
Waktu itu ada sebuah kejadian dimana aku kesal dengannya, kami berpisah di mall saat amarah memuncak. Dia datang kerumah dimalam hari untuk menyelesaikan masalah kami. Berhubung saat dia datang wajahku masih masam, dan sikapku yang bungkam akhirnya dia duduk disebelahku sambil menulis sebuah surat dikertas. Surat itu ia tulis dihadapanku hingga selesai, kemudian menandatanganinya serta memberinya padaku untuk dibaca saat itu juga:). Inti suratnya mengatakan betapa dia sayang padaku, dan menasihatiku untuk berani mengungkapkan perasaan serta kekesalanku padanya. Dia juga berkata ia lebih suka diberitahu dimana letak kesalahannya. Luluhlah hatiku bloggers..inilah contoh pria yang aku inginkan. Sosok pria yang berani meluruskan wanitanya.
Dua tahun kami bersama dalam suka dan duka. Bagiku, itu adalah kenangan termanisku dengan Riza. Namun sayang, kami memang tidak berjodoh bloggers. Suatu hari Riza memberitahuku bahwa dia telah dijodohkan oleh kedua orang tuanya dan harus kembali ke Aceh untuk bertunangan. Hatiku hancur saat mendengarnya, kami berdua menangis berduka. Ada rasa tak percaya dihati, bahwa di jaman modern seperti ini masih ada perjodohan sanak family.
Lama tak bersua, aku menerima email darinya yang mengatakan bahwa dia dalam proses perceraian dengan istrinya, ia mengungkapkan beberapa alasan mengapa ia tidak dapat mempertahankan mahligai rumah tangganya dengan istri yang dijodohkan oleh orang tuanya tersebut. Namun sayang seribu sayang dia datang terlambat. Pada saat email itu sampai padaku, aku tengah mempersiapkan pernikahanku dengan papanya Darren. Email itu tak terbalas olehku, melainkan ibuku yang memberinya kabar mengenai pernikahanku. Padahal dia sempat ingin mampir ke rumah kami di Bandung, ketika dia sedang dinas disini. Setelah pernikahanku, tak ada lagi kabar darinya. Yang kutahu saat ini, dia sudah menikah lagi dan bahagia.