Terus terang saya sedang dilanda kebingungan nih Bloggers. Sebagai orang tua seharusnya saya bangga terhadap perkembangan pertumbuhan anak laki-laki saya Darren. Tapi disisi lain saya sebagai orang tua juga berperan sebagai role model atau contoh bagi dia.
Jadi begini dilema saya teman, suatu hari anak saya pulang dari mengaji di mesjid dekat rumah kami. Tiba-tiba dia menunjukkan kepada saya uang senilai Rp. 1.500,- yang ada ditangannya sambil berkata, "Mah lihat ini, tadi aku jualan kue." Bukan main saya terkejut dengan apa yang dikatakannya, bagaimana tidak? Dia menjual snack yang saya belikan kepada teman-teman di lingkungan pengajiannya!
Seharusnya dia tidak menjual kue-kue itu kepada temannya melainkan dibagikan dengan ikhals kepada mereka. Maklum saja, pada saat itu saya tidak ada di sana untuk bisa mengawasi dia belajar mengaji dan saya tidak tahu apa yang dikerjakannya saat itu. Tapi dia jujur dan berani mengungkapkan kepada saya apa yang dia kerjakan dan lakukan. Setidaknya bagi saya dia tidak mencuri. Tetapi..jujur saja, jika saya tidak lekas memberi contoh yang baik, dia akan besar dengan cara yang salah.
Saya ingin sekali anak saya itu tumbuh menjadi seorang laki-laki yang dermawan, yang suka memberi dan ikhlas. Saya ingin dia tahu atau setidaknya mengerti perbedaan antara bisnis dengan menderma. Tapi saya sedang memutar otak, bagaimana cara menjelaskan padanya? Saya ingin dia memahami prinsip ketulusan dalam hal berbagi. Tetapi saya juga ingin anak saya mulai belajar berdikari. Memang saya tahu untuk anak seusia Darren itu belum waktunya diperkenalkan soal bisnis, tapi yang saya ingin ajarkan sejak dini adalah cara dia mengatur dan bagaimana dia bisa mendapatkan uang dengan cara yang benar.
Karena awal dari permasalahan ini sebenarnya adalah karena "jajan" Bloggers. Memang disekolahnya anak-anak diharuskan membawa lunchbox kesekolah dengan maksud agar anak-anak tidak dibiasakan untuk jajan diluar. Kita sebagai orang dewasa sudah tahulah dampak negatifnya, ya seperti ini. Nah..tapi, sebagaimanapun saya sudah mengantisipasinya, anak saya tetap terpengaruh teman-temannya untuk jajan. Tiap kali dia melihat teman-temannya jajan, dia juga ikut-ikutan meminta uang kepada saya agar dia bisa membeli jajanan yang ada disana meskipun jajanan yang dia inginkan hanya berupa mainan. Mungkin karena sikap saya yang terkadang suka tidak tegaan, pada akhirnya saya luluh. Ya saya tahu, saya jugalah yang salah Bloggers, karena tidak bisa tegas terhadap anak. Dan akhirnya disinilah awal dari permasalahan itu.
Karena saya concern dengan hal ini, maka suatu hari saya menerangkan kepadanya bahwa untuk memperoleh uang itu tidaklah mudah, bahwa dia harus bekerja keras terlebih dahulu untuk mendapatkan imbalan berupa uang serta memberi contoh-contoh apa saja yang bisa dia lakukan untuk mendapatkan uang yang salah satunya adalah berdagang. Singkatnya, maksud saya berkata seperti itu padanya agar membuat dia tidak lagi seenaknya meminta uang jajan pada saya. Eh justru malah dia putar otak untuk menjual apa saja yang dia miliki ke teman-temannya. Untung yang dia jual itu snack-snack yang saya sediakan untuknya dirumah. Coba kalau barang-barang seperti mainannya? Waduuh..kacau deh! huff..
Tadinya saya berpikir, bagaimana cara mengajari dia berdagang kecil-kecilan. Saya sudah membuat konsep untuk memodali dia dengan cara membuatkan dia paket-paket kecil makanan ringan yang kira-kira disukai teman-temannya dan dijual dengan harga yang sangat terjangkau oleh mereka. Tapi tiba-tiba saya ingat, jika saya mengajari anak saya berbisnis, bagaimana saya bisa mengajarkan dia untuk sharing? Untuk ikhlas memberi? Padahal menderma itu lebih penting lagi! Duh pusing..Kalau dia besar dengan prinsip bisnis, saya khawatir dia tumbuh menjadi seorang yang kikir. Apa-apa yang dilakukan harus dengan imbalan. Itu kan konsep yang tidak benar. Bagaimana nanti dengan nuraninya? Keharusan kita untuk berbagi dia tidak kenal. Duh jangan sampai deh seperti itu.
Andaikan saya bisa sharing permasalahan ini dengan seorang partner hidup, mungkin saya akan mendapatkan masukan-masukan dan bantuan dalam mengatasi dilema ini. Rasanya mumet jika harus memikirkan masalah parenting seperti ini sendirian. Saya tahu saya bisa..tapi dibutuhkan ekstra kerja keras dan berpikir dua kali lipat untuk sebuah permasalahan yang menyangkut masa depan anak.
Yah semoga saja, Allah memberi saya hidayah yang tak pernah terputus untuk mengatasi berbagai macam keadaan dan persoalan. Mungkin esok saya akan memberi pengertian padanya, bahwa ada saatnya dia harus mencari uang, tapi untuk sekarang dia belum perlu melakukan itu. Dan saya harus mensupport dia dengan cara lain. Sulit untuk mendisiplinkan anak supaya tidak jajan, tapi saya yakin lunchbox akan mengurangi keinginan dia untuk mengkonsumsi makanan diluar. Saya harus commited dalam mendisiplinkan Darren, saya harus bisa dan saya yakin bisa! Bismillah..